Sabtu, 09 November 2013

ANALISIS NOVEL


1.   Keterangan Novel

Novel yang saya analisis adalah novel angkatan Balai Pustaka yang berjudul Azab dan Sengsara. Ialah salah satu novel karangan  Merari Siregar (1896-1940). Novel ini di terbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1927.

2.   Sinopsis Novel
Suatu senja di pinggiran sungai yang terletak di tengah-tengah kota Sipirok, duduk seorang remaja yang menunggu kekasihnya datang. Remaja itu bernama Mariamin, ia sering di panggil Riam. Kemudian Aminu’ddin sang kekasih hatinya datang, tapi Riam sangat sedih sebab kekasihnya itu datang untuk berpamitan karena ia akan segera pergi ke Medan untuk mencari pekerjaan agar ia bisa menikahi kekasihnya itu.
Aminu’ddin adalah anak kepala kampung A. Ayah Aminu’ddin merupakan kepala kamupung yang terkenal Sipirok, hartanya banyak. Harta itu berasal dari peninggalan orangtua ayah Aminu’ddin, karena ia rajin bekerja, maka hartanya jadi banyak. Ayah Aminu’ddin memiliki budi perkerti yang baik. Dan sifat baiknya itu menuruk kepada anaknya yaitu Aminu’ddin yang memiliki sifat yang baik, cerdas dan rajin
Setelah Aminu’ddin pulang, Riam masuk ke rumah dan menemui ibunya yang sedang sakit. Aminu’ddin dihadapan ibunya. Setelah selesai memberi makan sekaligus menyuapi sang ibu, Riam pergi kekamarnya untuk tidur. Setelah anaknya itu pergi si ibu belum tidur, ia memikirkan masa lalunya. Dulu mereka dikatakan masuk ke golongan orang kaya dan ternama di Sipirok.
Ayah Mariamin yaitu Sutan Baringin merupakan seorang yang kaya dan bergelar bangsawan. Akan tetapi karena Sutan Baringin memiliki sifat yang tamak, pemalas, angkuh, pemarah dan bengis membuat ia istri dan anak-anaknya jatuh miskin. Berulang-ulang kali sang istri melarang suaminya itu untuk berhenti berjudi dan membuat masalah. Tapi sang suami tidak pernah mau mendengarkan istrinya itu, ia lebih mendengarkan perkataan pokrol bambu bernama Marah Sait. Tetapi sang istri tetap sabar dan setia manghadapi suaminya itu.
Aminu’ddin dan Mariamin akrab sejak kecil, mereka juga memiliki hubungan darah karena ibu Aminu’ddin adalah saudara dari ayah Mariamin. Dan Mariamin juga memiliki hutang budi kepada Aminu’ddin karena Aminu’ddin pernah menyelamatka nyawanya saat ia hanyut  terbawa arus sungai saat air sunggai meluap ketika hujan deras.
Saat Sutan Baringin mengijak dewasa, ia dinikahkan oelh ibunya ddengan gadis bernama Nuria yaitu ibu Mariamin. Suatu hari Sutan Baringin mendapat surat dari Deli yang isinya bahwa salah seorang saudaranya akan datang ke kampung halamannya untuk pindah dan meminta separuh dari harta warisannya. Saudara Sutan Baringin itu bernama Baginda Muliam. Mereka adalah saudara sekakek, kakek Sutan Baringin memiliki dua istri, istri mudanya adalah nenek dari Baginda Mulia dan istri pertama adalah nenek dari Sutan Baringin. Sutan Baringin yang memiliki sifat dengki, tamak, angkuh itu tidak rela jika hartanya itu di bahgi kepada orang lain. Ia pun mengajukan kasus itu ke pengadilan, dan ia selalu kalah dalam tiap persidangan. Karena ia tidak puas, ia melakukan banding. Dan ia pun menggunakan saksi-saksi palsu, tapi tetap saja kalah. Lama kelamaan harta bendanya habis hanya untuk membiayai persidangan. Kasus itu pun berlangsung hingga lima tahun lebih.
Setelah jatuh miskin, ia hanya tinggal di gubuk kecil di pinggir sungai. Sutan Baringin jatuh sakit. Ia hanya dapat terbaring lemah tak berdaya, sampai akhirnya ia meninggal. Sepeninggal Sutan Baringin, ibu Mariamin harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mariamin pun ikut membantu ibunya mencari nafkah.
Setelah tiga bulan Aminu’ddin ada di Medan, ia mengirim surat pada Mariamin. Ia memberitahukan kepada Mariamin bahwa  ia telah memiliki pekerjaan, dan Mariamin pun membalas surat dari Aminu’ddin itu. Mariamin sangat bahagia, karena isi surat dari Aminu’ddin adalah meminta Mariamin menjadi  istinya dan ia juga sudah mengirim surat kepada orang tuanya untuk membritahukan hal itu. Tapi ayah Aminu’ddin tidak menyetujui permintaan putranya, walaupun istrinya telah membujuknya, ia tetap pada pendiriaannya. Mariamin mempersiapkan  jamuan untuk menjamu orang tua Aminu’ddin. Tapi orang tua Aminu’ddin tak kunjung datang,  yang  datang adalah surat permintaan maaf yang dikirim oleh  Aminu’ddin. Isinya  ia memberitahukan bahwa kedua orang tuanya berada di Medan dengan membawa gadis lain sebagai calon istrinya. Ia tidak bisa menolak permintaan orang tuanya dan ia tidak ingin mempermalukan kedua orangtuannya dan ia juga tidak ingin durhaka kepada kedua orang tuanya.
Mariamin adalah gadis yang solehah,  ia menerima permintaan maaf Aminu’ddin dan ia menerima semua ini sebagai nasibnya. Setelah sekitar dua tahun Mariamin pun menikah dengan orang  yang belum dikenalnya, laki-laki itu bernama Kasibun. Usianya agak tua, tidak tampan dan ia pintar dalam hal tipu daya, selin itu ia juga mengidap penyakit mematikan yang mudah menular pada pasangannya. Aminu’ddin  mengunjungi Mariamin di rumah suaminya ketika suaminya sedang bekerja. Kasibun sangat  marah setelah dia mengetahui kedatangan  Aminu’ddin, apalagi ketika Mariamin menolak berhubungan suami istri. Kasibun tidak segan-segan menamparnya, memukulnya dan penyiksaan lainnya. Akhirnya karena Mariamin tidak tahan lagi dengan perbuatan suaminya itu, dilaporkannyalah suaminya kepada polisi.  Sampai akhirnya mereka bercerai,  Mariamin terpaksa pulang ke kampung halamannya dengan membawa nama yang kurang baik, membawa malu, menambah azab dan sengsara di hidupnya di rumah kecil yang  terletak di pinggir sungai Sipirok.  Akhirnya Mariamin pun meninggal dengan meninggalkan azab dan sengsaranya di bumi.

3.   Unsur Interinsik Novel

a.     Tema

Tema dari novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar adalah lebih banyak mengarah kepada adat dan kebiasaan yang kurang baik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Sumatra Utara.

b.    Alur

Alur yang terdapat dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar adalah alur campuran. Pertama pengenalan tokoh di waktu senja, sewaktu Amiu’ddin berpamitan kepada Mariamin hendak pergi ke Medan untuk mencari kerja. Lalu menceritakan saat Mariamin dan Aminu’ddin masih kecil dan juga menceritakan tentang orang tua mereka berdua sejak menikah. Kemudian kembali menceritakan Aminu’ddin dan telah mendapat pekerjaan. Setelah itu menceritakan Aminu’ddin yang menikah dengan gadis pilihan ayahnya, setelah hampir dua tahun Mariamin pun menikah dengan soreng laki-laki yang tidak dikenalnya. Kemudian Marimin pun bercerai dengan laki-laki itu dan ia kembali ke kampung halamannya, sampai akhirnya ia meniggal.


c.      Penokohan

Mariamin                            : Baik hati, rajin, penyabar, dan pemaaf
Aminu’ddin                        : Baik hati, rajin, pandai, dan anak yang berbakti
Sutan Baringin                   : Pemarah, pemalas, tamak, angkuh dan bengis
Nuria (ibu Mariamin)          : Penyabar, setia, sederhana
Ibu Aminu’ddin                 : Baik hati, taat dan setia kepada suami
Baginda Diatas (ayah Aminu’ddin)           : Rajin, Bijaksana
Kasibun                              : Bengis, jahat, pintar menipu
Marah Sait                          : Jahat dan penghasut


d.    Latar

1). Tempat

a). Di gubuk di tepi sungai Sipirok
b). Di gubuk di tengah sawah
c). Sungai di Sipirok
d). Rumah besar miliki Mariamin
e). Rumah Kasibun di Medan
f). Kampung A yang kepala desanya adalah Aminu’ddin
g). Kubur Mariamin

2). Waktu

a). Senja
b). Malam hari
c). Pagi hari
d). Siang hari

3). Suasana

a). Sedih
b). Senang
c). Tegang
d). Mengharukan

e.      Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan dalam novel Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar adalah sudut pandang orang ketiga

f.      Amanat

Dalam kehidupan suami istri seharusnya keadaan di tanggung bersama, susah bersama dan senang pun bersama.


4.   Nilai-Nilai Dalam Novel

a.     Nilai Sosial

Nilai sosial dalam novel ini yaitu sikap saling tolong menolong yang dilakukan Aminu’ddin kepada Mariamin

b.    Nilai Budaya

Nilai budaya yang terdapat dalam novel ini adalah budaya dimana orang yang telah dianggap dewasa harus segera dikawinkan. Dan mereka biasanya menjodohkan anak mereka.

c.      Nilai Kepercayaan

Nilai kepercayaan dalam novel ini yaitu saat ayah Aminu’ddin mengajak istrinya pergi ke pada peramal/dukun untuk melihat kehidupan Aminu’ddin dan Mariamin jika mereka menikah.



d.    Nilai Religius

Nilai religius dari novel ini adalah saat ibu Mariamin, Mariamin melaksanakan ibadah.


e.      Nilai Moral

Nilai moral dalam novel ini yaitu sikap Mariamin dan ibunya yang sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan hidup.



5.   Keterkaitan Novel  Dengan Kehidupan Saat Ini
Keterkaitan novel  Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dengan kehidupan saat ini yaitu kehidupan Mariamin masih ada yang terjadi di di masa sekarang ini. Sikap ayah Aminu’ddin yang tidak menyetujui  anaknya menikah dengan Mariamin masih banyak terjadi di masa sekarang ini.

Rabu, 06 November 2013

INSEMINASI BUATAN PADA MANUSIA (BAYI TABUNG)


A.   Pengertian Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah Inggris artficial insemination. Artifical artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination artinya pemasukkan atau penyampaian. Dalam bahasa Arab disebut al-talqih al-shina’iy. Drh.Djamalin Djanah mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan inseminasi buatan ialah “Pekerjaan memasukan mani (sperma atau semen) ke dalam rahim (kandungan) dengan menggunakan alat khusus dengan maksud terjadi pembuahan”. Menurut Kamus Besar Biologi yang dimaksud Inseminasi buatan adalah pembuahan atau penghamilan yang dilakukan dengan memasukkan (menyuntikkan) sperma (biasanya dari pejantan pilihan) ke dalam kelamin betina yang sedang birahi. Sementara Dr. H. Ali Akbar memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan inseminasi buatan adalah memasukkan sperma ke dalam alat kelamin wanita tanpa persetubuhan untuk membuahi telur atau ovum wanita.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas secara umum dapat di simpulkan bahwa inseminasi buatan adalah suatu cara memperoleh kehamilan (pembuahan) tanpa melalui persetubuhan (senggama).

B.   Hukum Inseminasi Buatan Pada Manusia Dalam Islam
Inseminasi buatan berdasarkan dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi dua yaitu :
1.         Inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri (ikatan pernikahan yang sah) atau AIH (Artifical Insemination Husband)
Untuk inseminasi buatan pada manusia dengan sperma suami sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim (bayi tabung), maka hal ini dibolehkan (diizinkan) asal keadaan suami istri tersebut benar-benar membutuhkan untuk nemperoleh keturunan. Hal ini disepakati oleh para ulama. Diantaranya, menurut Mahmud Syaltut bahwa bila penghamilan itu menggunakan air mani si suami untuk istrinya maka yang demikian itu masih dibenarkan oleh hukum syari’at.
Jadi, pada prinsipnya inseminasi buatan itu dibolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak dilakukan akan mengancam keutuhan rumah tangganya. Sesuai dengan kaidah ushul fiqh :
الضرورة تبيح المحظورات
keadaan darurat dapat menghalalkan hal-hal yang dilarang

2.           Inseminasi buatan dengan bukan sperma suami sendiri atau lazim disebut donor atau AID (Artifical Insemination Donor)
Adapun inseminasi buatan dengan donor, para ulama sepakat mengharamkannya karena termasuk perbuatan zina. Seperti pendapat Yusuf el-Qardlawi bahwa islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkokan sperma, apabila ternyata pencangkokan itu bukan dari sperma suami yang sah. Demikianlah pendapat ulama tentang inseminasi buatan dengan sperma donor yang sangat ditentang karena termasuk zina, tidak sesuai dengan etis dan moral. Selain itu juga berpengaruh negatif dan buruk terhadap kejiwaan orang-orang yang bersangkutan.
Mengenai hukum apabila sperma dan ovom (dari pasangan suami istri yang sah) jika ditanamkan pada rahim orang lain, terjadi perbedaan pendapat. Ali Akbar memberikan alasan kebolehan khusus ini karena yang ditanamkan pada rahim orang lain itu adalah sperma dan ovum yang sudah tercampur, sehingga hanya menitipkan untuk memperoleh kehidupan, yaitu makanan atau nutrisi untuk membesarkannya menjadi bayi yang sempurna. Menurutnya hal ini tidak dapat dikategorikan zina. Adapun yang mengharamkan penitipan embrio ini barangkali memahami secara harfiah firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahqaaf (46):15
            Artinya :
 Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".

C.   Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Menurut sejumlah ahli, inseminasi buatan atau bayi tabung secara garis besar dibagi menjadi dua:
1.      Pembuahan di dalam rahim. Bagian pertama ini dilakukan dengan dua cara :
a.       Sel sperma laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri sehingga sel sperma tersebut akan bertemu dengan sel telur istri kemudian terjadi pembuahan yang akan menyebabkan kehamilan. Cara seperti ini dibolehkan oleh Syari'ah, karena tidak terjadi pencampuran nasab dan ini seperti kehamilan dari hubungan seks antara suami dan istri.
b.      Sperma seorang laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada rahim istri orang lain atau wanita lain, sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Cara seperti ini hukum haram, karena akan terjadi percampuran nasab. Kasus ini serupa dengan adanya seorang laki-laki yang berzina dengan wanita lain yang menyebabkan wanita tersebut hamil.
2.      Pembuahan di luar rahim. Bagian kedua ini dilakukan dengan lima cara :
a.    Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istrinya yang memiliki sel telur tersebut Hasil pembuahan tadi akan berkembang di dalam rahim istri tersebut, sebagaimana orang yang hamil kemudian melahirkan ana yang dikandungnya. Bayi tabung dengan proses seperti di atas hukumnya boleh, karena tidak ada percampuran nasab. ( Dar al Ifta' al Misriyah, Fatawa Islamiyah : 9/ 3213-3228 )
b.    Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim istri laki-laki tadi. Bayi tabung dengan cara seperti ini jelas diharamkan dalam Islam, karena akan menyebabkan tercampurnya nasab.
c.    Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita yang sudah berkeluarga. Ini biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak, tetapi rahimnya masih bia berfungsi. Bayi tabung dengan proses seperti ini jelas diharamkan dalam Islam.
d.   Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim seorang wanita lain. Ini jelas hukumnya haram. Sebagian orang menamakannya " Menyewa Rahim ".
e.    Sperma suami dan sel telur istrinya yang pertama diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istri kedua dari laki-laki pemilik sperma tersebut. Walaupun istrinya pertama yang mempunyai sel telur telah rela dengan hal tersebut, tetap saja bayi tabung dengan proses semacam ini haram, ( Majma' al Fiqh Al Islami, Munadhomah al Mu'tamar al Islami, Mu'tamar ke-3 di Amman tanggal 8-13 Shofar 1407 – Majalah Majma' al Fiqh al Islami, edisi : 3 : 1/515-516 ) hal itu dikarenakan tiga hal :
                    i.               Karena bisa saja istri kedua yang dititipi sel telur yang sudah dibuahi tersebut hamil dari hasil hubungan seks dengan suaminya, sehingga bisa dimungkinkan bayi yang ada di dalam kandungannya kembar, dan ketika keduanya lahir tidak bisa dibedakan antara keduanya, tentunya ini akan menyebabkan percampuran nasab yang dilarang dalam Islam.
                  ii.               Seandainya tidak terjadi bayi kembar, tetapi bisa saja sel telur dari istri pertama mati di dalam rahim istri yang kedua, dan pada saat yang sama istri kedua tersebut hamil dari hubungan seks dengan suaminya, sehingga ketika lahir, bayi tersebut tidak diketahui apakah dari istri yang pertama atau istri kedua.
                iii.               Anggap saja kita mengetahui bahwa sel telur dari istri pertama yang sudah dibuahi tadi menjadi bayi dan lahir dari rahim istri kedua, maka masih saja hal tersebut meninggalkan problem, yaitu siapakah sebenarnya ibu dari bayi tersebut, yang mempunyai sel telur yang sudah dibuahi ataukah yang melahirkannya ? Tentunya pertanyaan ini membutuhkan jawaban. Dalam hal ini Allah swt berfirman :

Artinya :
 Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. ( Qs Al Mujadilah : 2 )
Kalau kita mengikuti bunyi ayat di atas secara lahir, maka kita akan mengatakan bahwa ibu dari anak yang lahir tersebut adalah istri kedua dari laki-laki tersebut, walaupun pada hakekatnya sel telurnya berasal dari istrinya yang pertama.
Dari ketiga alasan di atas, bisa disimpulkan bahwa proses pembuatan bayi tabung yang sel telurnya berasal dari istri pertama dan dikembangkan dalam rahim istri kedua, hukumnya tetap haram karena akan menyebakan percampuran nasab sebagaimana yang dijelaskan di atas.


D.   Status Anak Dari Hasil Inseminasi Buatan
Apabila sperma itu berasal (bersumber) dari sperma dan ovum pasangan suami-istri yang sah, maka anak itu adalah anak pasangan suami-istri tersebut. Sedangkan apabila sperma itu bersal dari orang lain (donor), maka dilarang oleh agama islam dan status anak hasil inseminasi itu, sama dengan anak zina. Status anak itu dipandang sebagai anak zina, bukan karena cara yang dilakukan sebagai suami istri, tetapi dilihat dari segi kekaburan keturunan anak itu yang sama sekali tidak dapat diketahui siapa bapaknya (donor) karena donor itu mesti dirahasiakan.
Kalau kita perhatikan maka nasab anak hasil inseminasi model ini (dari sperma donor) adalah lebih kabur daripada anak zina. Sebab, anak zina walaupun bagaimana masih dapat diketahui bapaknya, paling tidak oleh si ibu anak itu. Berbeda dengan anak hasil inseminasi model ini, tidak dapat diketahui laki-laki (donor) itu memang harus tetap dirahasiakan, dan hanya dokter saja yang mengetahuinya. Jadi, mengenai status anak itu ditinjau dari hukum islam, adalah sama dengan status anak zina dalam masalah waris mewarisi dan perwalian dalam perkawinan bagi anak perempuan.
Baiklah, langsung kepembahasan bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain(bagi suami yang berpoligami),maka islam membenarkannya, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam didalam rahim istri, asal keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqihSebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka hukumnya haram, sama saja dengan zina (prostitusi) meskipun dengan secara tidak langsung. Dan sebagai akibat hukumnya anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.Dalil-dalil Syar’I yang dapat dijadikan sebagai  landasan hukumnya adalah:     Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70

Artinya :
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Surat At-tin ayat 4
artinya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Kedua ayat tersebut menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bias menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesame manusia. Dan inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat martabat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
Hadits Nabi :
Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). (Hadits Riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban)”


E.        Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa : 
1.      Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan diperbolehkan Islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
2.      Inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor diharamkan (dilarang keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini (bayi tabung) ini sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.


3.     Inseminasi buatan dari Pasangamn suami istri dengan titipan rahim istri yng lain ( suami mempunyai istri yang lebih dari satu ) maka hukumnya tetap haram, sebab  akan menimbulkan implikasi hukum yang rumit misalkan masalah warisan.
4.     Inseminasi buatan dari sperma suami yang syah tetapi telah meninggal sperma dibekukan misalnya,  maka hukumnya tetaplah haram.
Adapun Inseminasi pada herwan , maka selama hewan tersebut adalah hewan yang hal dalam agama Islam , maka hukumnya adalah boleh.